Ayo Kita Belajar Karena Belajar Itu Sungguh Menyenangkan

Selasa, 29 Januari 2013

INDIKATOR KEMAMPUAN AFEKTIF


INDIKATOR KEMAMPUAN AFEKTIF
A.   Disposisi Matematik
Dalam menghadapi era informasi dan suasana bersaing yang semakin ketat, dalam mempelajari kompetensi matematik di atas, siswa dan mahasiswa perlu memiliki kemampuan berfikir matematik tingkat tinggi, sikap kritis, kreatif dan cermat, obyektif dan terbuka, menghargai keindahan matematika, serta rasa ingin tahu dan senang belajar matematika. Apabila kebiasaan berfikir matermatik dan sikap seperti di atas berlangsung secara berkelanjutan, maka secara akumulatif akan tumbuh disposisi matematik (mathematical disposition) yaitu keinginan, kesadaran, kecenderungan dan dedikasi yang
kuat pada diri siswa atau mahasiswa untuk berpikir dan berbuat secara matematik.dengan cara yang positif Polking (1998), mengemukakan bahwa disposisi matematik menunjukkan:
1.  Rasa percaya diri dalam menggunakan matematika, memecahkan masalah, memberi alasan dan mengkomunikasikan gagasan,
2.   Fleksibilitas dalam menyelidiki gagasan matematik dan berusaha mencari metoda alternatif dalam memecahkan masalah;
3.  Tekun mengerjakan tugas matematik;
4.   Minat, rasa ingin tahu (curiosity), dan dayatemu dalam melakukan tugas matematik;
5. Cenderung memonitor, merepleksikan performance dan penalaran mereka sendiri;
2.    Menilai aplikasi matematika ke situasi lain dalam matematika dan pengalaman sehari-hari;
3.    Apresiasi (appreciation) peran matematika dalam kultur dan nilai, matematika sebagai alat, dan sebagai bahasa.
Hampir serupa dengan pendapat Polking (1998), Standard 10 (NCTM, 2000) mengemukakan bahwa disposisi matematik menunjukkan: rasa percaya diri, ekspektasi dan metakognisi, gairah dan perhatian serius dalam belajar matematika, kegigihan dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah, rasa ingin tahu yang tinggi, serta kemampuan berbagi pendapat dengan orang lain. Disposisi matematik disebut juga productive disposition (sikap produktif), yakni tumbuhnya sikap positif serta kebiasaan untuk melihat matematika sebagai sesuatu yang logis, berguna dan berfaedah (Kilpatrick, Swafford, & Findell, 2001).
Memperhatikan kekuatan kognitif dan afektif yang termuat dalam berfikir dan disposisi matematik di atas, adalah rasional bahwa dalam belajar matematika siswa dan mahasiswa perlu mengutamakan pengembangan kemampuan berfikir dan disposisi matematik. Pengutamaan tersebut menjadi semakin penting manakala dihubungkan dengan tuntutan kemajuan IPTEKS dan suasana bersaing yang semakin ketat terhadap lulusan semua jenjang pendidikan.
B.  Kemampuan Self Esteem
Komunikasi intrapribadi atau Komunikasi intrapersonal adalah penggunaan bahas atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator sendiri antara self dengan God. Komunikasi intrapersonal merupakan keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam pemrosesan simbolik dari pesan-pesan. Seorang individu menjadi pengirim sekaligus penerima pesan, memberikan umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses internal yang berkelanjutan.
Komunikasi intrapersonal dapat menjadi pemicu bentuk komunikasi yang lainnya. Pengetahuan mengenai diri pribadi melalui proses-proses psikologis seperti persepsi dan kesadaran (awareness) terjadi saat berlangsungnya komunikasi intrapribadi oleh komunikator. Untuk memahami apa yang terjadi ketika orang saling berkomunikasi, maka seseorang perlu untuk mengenal diri mereka sendiri dan orang lain. Karena pemahaman ini diperoleh melalui proses persepsi. Maka pada dasarnya letak persepsi adalah pada orang yang mempersepsikan, bukan pada suatu ungkapan ataupun obyek.
Aktivitas dari komunikasi intrapribadi yang kita lakukan sehari-hari dalam upaya memahami diri pribadi diantaranya adalah; berdo'a, bersyukur, instrospeksi diri dengan meninjau perbuatan kita dan reaksi hati nurani kita, mendayagunakan kehendak bebas, dan berimajinasi secara kreatif .
Pemahaman diri pribadi ini berkembang sejalan dengan perubahan perubahan yang terjadi dalam hidup kita. Kita tidak terlahir dengan pemahaman akan siapa diri kita, tetapi prilaku kita selama ini memainkan peranan penting bagaimana kita membangun pemahaman diri pribadi ini.
Kesadaran pribadi (self awareness) memiliki beberapa elemen yang mengacu pada identitas spesifik dari individu (Fisher 1987:134). Elemen dari kesadaran diri adalah konsep diri, proses menghargai diri sendiri (self esteem), dan identitas diri kita yang berbeda beda (multiple selves).
C.  Kemampuan Self Efficacy
Konsep self-efficacy terletak di pusat teori sosial kognitif psikolog Albert Bandura. Teori Bandura menekankan peran belajar observasional, pengalaman sosial, dan determinisme timbal balik dalam pengembangan kepribadian.
Menurut Bandura, sikap seseorang, kemampuan, dan keterampilan kognitif terdiri dari apa yang dikenal sebagai sistem diri. Sistem ini memainkan peran utama dalam bagaimana kita memandang situasi dan bagaimana kita berperilaku dalam menanggapi situasi yang berbeda. Self-efficacy memainkan merupakan bagian penting dari sistem diri.
D.  Self Redulated Learning
Matematika merupakan mata pelajaran yang menarik untuk dibahas dan selalu menjadi sorotan dan perhatian itu dikarenakan rendahnya prestasi belajar matematika yang diperoleh mulai dari SD hingga Perguruan Tinggi. Khususnya pada tingkat SMU, nilai yang diperoleh dari hasil ujian nasional matematika tahun 2006/2007 lebih rendah daripada nilai ujian lain, yaitu sebesar 7,29 sedangkan mata pelajaran lain sebesar 7,56 dan 7,84 (Badan Penelitian Dan Pengembangan Penelitian, 2007). Rendahnya prestasi belajar matematika khususnya pada siswa SMU, dipengaruhi oleh berbagai faktor. Metode pengajaran yang monoton ataupun cara penyampaian guru pada saat memberikan materi di kelas mempengaruhi prestasi belajar maupun cara belajar siswa. Selain itu pola pengajaran matematika di dalam kelas lebih ditekankan kepada hafalan atau kecepatan berhitung seorang siswa. Penekanan pada hafalan yang diterapkan kepada siswa dan juga keharusan kecepatan siswa dalam berhitung sangat mempengaruhi pemikiran siswa dalam memandang matematika.
Sedangkan kualitas pendidikan maupun cara pengajaran yang baik mengacu kepada suatu proses pemikiran dan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah di masa yang akan datang. Menurut Hudojo (1998, dalam Aisyah, 2007) pemecahan masalah adalah suatu proses yang ditempuh oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Menurut Kantowski (1975, dalam Webb, 1979) pemecahan masalah adalah suatu interaksi antara pengetahuan dan proses pengaplikasian yang menggunakan faktor kognitif dan afektif dalam memecahkan masalah. Pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika dapat diartikan sebagai penggunaan berbagai konsep, prinsip, dan keterampilan matematika yang telah atau yang sedang dipelajari untuk menyelesaikan soal rutin dan soal nonrution (Aisyah, 2007).
Soal rutin adalah soal latihan biasa yang dapat diselesaikan dengan prosedur yang dipelajari di kelas. Soal jenis ini banyak terdapat dalam buku ajar dan dimaksudkan hanya untuk melatih siswa menggunakan prosedur yang sedang dipelajari di kelas. Sedangkan soal nonrutin adalah soal yang untuk menyelesaikannya diperlukan pemikiran lebih lanjut karena prosedurnya tidak sejelas atau tidak sama dengan prosedur yang dipelajari di kelas. Soal nonrutin ini menyajikan situasi baru yang belum pernah dijumpai oleh siswa sebelumnya (Aisyah, 2007).
Kemampuan memecahkan masalah didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk menghilangkan gangguan atau hambatan dalam mencapai tujuan (Hidayat, 1998). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan memecahkan masalah merupakan suatu proses, yakni kegiatan yang berkelanjutan dan bukan merupakan kegiatan yang tejadi hanya sesaat, kemampuan tersebut perlu upaya belajar dan latihan-latihan.
Kemampuan memecahkan masalah dalam pembelajaran matematika pun berkaitan dengan cara pembelajaran siswa, cara pembelajaran siswa itu dikenal dengan istilah Self Regulated Learning. Konsep Self Regulated Learning merupakan salah satu konsep penting dalam teori belajar sosial. Menurut Pintrich (1995) Self Regulated Learning adalah cara belajar siswa aktif secara individu untuk mencapai tujuan akademik dengan cara pengontrolan perilaku, memotivasi diri sendiri dan menggunakan kognitifnya dalam belajar.
Secara ringkas, Zimmerman (1989) mengemukakan bahwa dengan Self Regulated Learning siswa dapat diamati sejauh mana partisipasi aktif mereka dalam mengarahkan proses-proses metakognitif, motivasi dan perilakunya di saat mereka belajar. Proses metakognitif adalah proses dimana siswa mampu mengarahkan dirinya saat belajar, mampu merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan diri sendiri dan melakukan evaluasi diri pada berbagai tingkatan selama proses perolehan informasi. Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dalam pembelajran matematika berkaitan dengan cara belajar mereka.

1 komentar: